Bergereja? Masihkah aku dan keluargaku memerlukannya?
“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, terlebih lagi sementara kamu melihat hari Tuhan mendekat” (Ibrani 10:25).
Salah satu artikel yang diterbitkan oleh Bilangan Research Center berjudul “Gereja Sudah Tidak Menarik Bagi Kaum Muda”, ditulis oleh Handi Irawan D. dan Cemara A. Putra. Riset pada tahun 2018 tersebut menjaring 4.095 responden generasi muda Kristen (15-25 tahun) yang tersebar di 42 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Beberapa pokok penyampaian data adalah sebagai berikut:
- 91.8% remaja/pemuda Kristen di Indonesia mengikuti ibadah 2 sampai 3 kali dalam 1 bulan.
- Persentase remaja/pemuda yang tidak rutin beribadah meningkat seiring dengan kelompok usia (usia 15-18 tahun yang tidak rutin beribadah sebanyak 7.7%, usia 19-22 tahun 10.2%, dan pada usia 23-25 mencapai 13.7%).
- Kesimpulan statistik: 1 dari 3 remaja/pemuda Kristen yang rajin ke gereja berpotensi untuk tidak lagi rutin ke gereja.
Bagaimana kondisi tersebut 5, 10, 20 tahun ke depan? Jangan-jangan anak-anak muda yang sekarang mulai menjauh dari komunitas gereja/jemaat bertambah secara signifikan. Gedung gedung gereja, khususnya di wilayah kota-kota besar/metropolitan surut/sepi isinya sebagaimana kerap terkonfirmasi sebagai fenomena di belahan negara-negara maju di berbagai benua. Saat kaum muda 10-20 tahun menjadi kaum dewasa (bisa jadi sebagian besar sudah masuk
dalam kehidupan berumah tangga) tak lagi menjadi pribadi yang menikmati kebersamaan dalam komunitas sebagai satu jemaat. Ngeri bukan…?
Nah, berdasarkan perolehan data di atas, Bilangan Research Center (BRC) secara rutin mengadakan seminar di berbagai kota dengan tajuk “Ekspresi Spiritualitas Gen Z”, di mana melalui seminar tersebut BRC berharap dapat berkomunikasi dan memberikan early warning kepada Badan-Badan Pelayanan Gereja, khususnya yang mengelola pelayanan kategorial mulai dari usia dini, remaja dan pemuda untuk lebih intensif membangun kehidupan spiritual kaum muda, yang tentunya memerlukan keterlibatan yang intensif juga dari para orang tua kaum muda tersebut.
Bagaimana dengan keadaan kita di GKI Kota Wisata? Apakah gejala ini juga dialami, di mana kaum muda mulai enggan hadir dalam peribadatan di Gereja, apalagi terlibat dalam pelayanan Gereja? Catatan dari tim pengelola Laporan Kinerja Kehidupan Jemaat (LKKJ) dan Data Base Anggota Jemaat (DBAJ) menyatakan, bahwa dari 206 anggota jemaat (usia 21 – 30 tahun), ditengarai rata-rata 25-30 orang yang mengikuti Ibadah Minggu. Jika angka usia diperlebar menjadi di bawah 21 tahun, maka populasi menjadi 331 orang, di mana rata-rata pengunjung ibadah (Youth Ministry) berjumlah 100-110 orang (30%). Sebagian kaum muda berdasarkan pengamatan sekilas memang masih mengikuti ibadah di Kebaktian Umum.
Rubrik renungan ini tentu bukan bermaksud melakukan analisa data LKKJ, namun menjadi pengingat bagi kita, baik sebagai bagian dari komunitas kaum muda, pun sebagai orang tua dari kaum muda, bahwa setia beribadah, bersekutu, merenungkan firman Tuhan, adalah bagian dari sikap dan perilaku hidup, merupakan KEBUTUHAN, bukan KEWAJIBAN.
Bulan Oktober dihayati sebagai Bulan Keluarga di Jemaat GKI Kota Wisata. Tema-tema perenungan dalam Ibadah Minggu maupun persekutuan lainnya menjadi pengingat, bahwa kehidupan kita bersama keluarga adalah kehidupan yang berfokus pada Kristus dan memberikan dampak nyata. Sekedar mengingatkan tema ibadah Bulan Keluarga, di antaranya:
- KELUARGA YANG MEMPERJUANGKAN KESATUAN
- KELUARGA YANG MENOLAK EGOSENTRIS
- KELUARGA YANG MENGHAMBA
Tentunya kita berharap tema-tema tersebut menjadi pengingat atau konfirmasi sekaligus peneguh, bahwa keluarga tetaplah menjadi organisasi atau persekutuan terutama, dasar untuk membangun kehidupan anggota keluarga yang sehat, tetap terarah, melekat atau bergantung pada Kristus sebagai Sang Sumber Kehidupan. Di sisi lain, keluarga juga harusnya menjadi peletak dasar dari pertumbuhan karakter anggota keluarganya sebagai MURID Kristus, memiliki karakter dan keteladanan sebagaimana telah diajarkan dan diteladankan Kristus.
Mengakhiri perenungan ini, mari bapak-ibu, kakak-adik, om-tante, opa-oma kita merapatkan barisan, membangun dan melanjutkan kehidupan keluarga yang dilandasi semangat “…aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN” (Yos. 24:15). Jangan sampai kita menjadi pribadi, keluarga atau komunitas yang membiarkan generasi penerus menjauh dan meninggalkan kehidupan persekutuan, baik dengan Kristus dan saudara seiman, bahkan menolak kasih karunia Tuhan, karena tak lagi memercayai bahwa Tuhan itu ada dan berkarya sepanjang kehidupan alam semesta.
Tuhan Yesus menolong, memampukan dan memberkati kita. Amin. (WSE)