Kerja menurut Alkitab

Kerja adalah panggilan pertama yang diberikan Allah kepada manusia ketika Allah menciptakan manusia. Bekerja merupakan panggilan yang diberikan Allah kepada manusia, bahkan ketika manusia belum jatuh ke dalam dosa (Kej. 1:26-28). Menariknya panggilan kerja ini diberikan Tuhan dalam konteks yang sama dengan panggilan budaya lainnya, yaitu berkeluarga. Jadi dari sudut pandang Alkitab, bekerja merupakan panggilan. Lebih jauh lagi, keluarga Kristen adalah keluarga yang bekerja. Ben Witherington III (2021) mengatakan bahwa bekerja bukanlah kegiatan sekuler; kerja merupakan suatu konsep kudus yang sejak awal telah ditahbiskan oleh Allah, dan karenanya pekerjaan harus dilakukan dengan cara-cara suci. Ketika Dia memberi mandat budaya kepada manusia, sesunguhnya Dia memberi perintah kepada manusia untuk bekerja. Bagi orang Kristen, mandat ini dilaksanakan dengan kesadaran untuk menjadi garam dan terang di tempat mereka bekerja (Mat. 5:13-16). Dengan kata lain, bagi orang Kristen, kerja merupakan sarana untuk memperlihatkan spiritualitas iman mereka.

Dalam bekerja, akan selalu ada relasi antara pemberi kerja dan pekerja. Di dalam Kolose 3:22–4:1, Paulus sedang menggambarkan relasi tersebut. Setelah memberikan cara hidup manusia baru dalam relasi antara suami dan istri serta relasi antara anak dan orang tua, Paulus langsung melanjutkannya dengan relasi antara hamba dan tuan. Jika dilihat dari konteks pasal 3 yang lebih luas, Paulus “mengangkat” status hamba bukan lagi sebagai “orang lain” dalam hubungan keluarga, melainkan bagian dari keluarga tersebut (Kol. 3:11). Relasinya bukan lagi sebagai relasi yang transaksional tapi relasi sebagai suatu keluarga yang saling melayani yang berpusat pada Kristus. Relasi ini tentu saja akan bisa terjadi jika masing-masing anggota keluarga, termasuk hamba telah menjadi manusia baru (Kol. 3:10; Ef. 4:20-24). Dalam hal ini jelas Paulus ingin menyampaikan bahwa tuan dan hamba sekarang menjadi satu keluarga di dalam Kristus.

Di jaman modern sekarang sudah tidak ada lagi praktik perbudakan seperti yang biasa terjadi pada jaman para rasul. Namun demikian, relasi antara pekerja dan pemberi kerja, secara praktik seringkali merupakan relasi antara tuan (pemberi kerja) dengan hamba (pekerja). Pemberi kerja kerap kali berlaku tidak adil dan tidak jujur terhadap pekerja. Di sisi lain, pekerja juga kerap kali bekerja tanpa tanggung jawab sama sekali dan jauh dari ketulusan. Pekerjaan dilakukan seadanya tanpa keinginan untuk melakukannya dengan segenap hati. Pemberi kerja sering kali memberikan hak-hak karyawan sekedarnya saja (bahkan ada yang di bawah standar kelayakan minimal) meski pemberi kerja memiliki kemampuan lebih dari itu. Pekerja juga seringkali menuntut tinggi hak-haknya, jauh di atas pencapaian yang diberikan oleh pekerja tesebut. Keadaan seperti ini seringkali berujung pada konfik antara pekerja dan pemberi kerja, yang pada akhirnya menghancurkan kedua belah pihak. Relasi pemberi kerja dan pekerja adalah sebuah relasi transaksional murni, tanpa motif pelayanan di dalamnya.

Melihat hal di atas, maka sangat relevan menerapkan prinsip-prinsip yang diberikan oleh Paulus dalam relasi antara pekerja dan pemberi kerja di zaman modern ini. Kolose 3:22 – 4:1 memuat prinsip-prinsip yang menjadi dasar etika kerja orang Kristen dalam relasi antara pekerja dan pemberi kerja. Kristus adalah sang pemberi kerja yang sesungguhnya. Pekerja dan pemberi kerja merupakan pihak yang sama dan sejajar di hadapan Kristus. Bekerja adalah pelayanan kepada Kristus! Etika kerja ini didasarkan atas relasi kita dengan Tuhan. Dengan demikian, etika kerja yang memandang pekerjaan sebagai pelayanan kepada Kristus hanya akan terjadi jika pekerja dan pemberi kerja mau hidup sebagai manusia baru di dalam Kristus.

Selamat memasuki Bulan Keluarga 2024. (PSI)

KEBAKTIAN MINGGU

AKU DILAYAKKAN

Yesaya 1:10-18; Mazmur 32:1-7; 2 Tesalonika 1:1-4, 11-12; Lukas 19:1-10

Kebaktian 2 November 2025 oleh Pdt. Debora Rachelina S. Simanjuntak

Kita sering berpikir bahwa untuk datang kepada Tuhan, kita harus sudah baik dulu. Kita merasa perlu merapikan diri, menyucikan perilaku, memperbaiki catatan hidup kita agar tampak pantas di hadapan-Nya. Seakan-akan Tuhan hanya menerima orang yang sudah layak, sudah bersih, sudah benar.

Namun, firman hari ini membalikkan cara pandang itu. Tuhan bukan menunggu kita menjadi layak. Dialah yang melayakkan kita.

1. Tuhan Melihat Kedalaman Dosa, Namun Tidak Menolak Orang Berdosa

Yesaya 1:10-18 menunjukkan keadaan umat yang rajin beribadah tetapi hatinya jauh dari Tuhan. Ibadah mereka dipenuhi kebenaran diri dan kemunafikan. Tuhan tidak menutup mata terhadap dosa; Ia justru menegur dengan tegas.

Namun teguran itu bukan untuk menghancurkan, melainkan untuk mengundang pertobatan:

“Marilah, baiklah kita berperkara!” firman Tuhan.
“Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju.” (Yes. 1:18)

Tuhan tidak meminta kita datang dalam keadaan putih. Ia berkata, “Datanglah apa adanya, Aku yang memutihkanmu.”

2. Bahagia Bukan Karena Kita Sempurna, Tetapi Karena Kita Diampuni

Pemazmur memahami bahwa kebahagiaan yang sejati bukan berasal dari prestasi rohani atau moral, tetapi dari pengampunan:

“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya.” (Mzm. 32:1)

Pemazmur pernah memendam dosanya, berpura-pura tidak terjadi apa-apa. Hasilnya? Tulang-tulangnya seakan remuk. Hidup terasa berat. Namun saat ia mengakui dosanya, ia menemukan kelegaan. Allah menjadi tempat persembunyian yang tidak pernah menekan, tetapi menyembuhkan.

3. Allah yang Melayakkan, Supaya Nama Yesus Dimuliakan dalam Hidup Kita

Dalam 2 Tesalonika 1:11-12, Paulus mendoakan jemaat agar Allah sendiri yang melayakkan mereka untuk panggilan-Nya. Bukan mereka yang membuat diri layak, tetapi Allah yang bekerja melalui kasih karunia-Nya.

Tujuannya jelas:

Agar Tuhan dipermuliakan melalui hidup kita.

Kita diubah bukan untuk membanggakan diri, tetapi supaya Kristus tampak dalam kita.

4. Yesus Datang Untuk Mencari yang Hilang, Termasuk Kita

Lukas 19:1-10 memperlihatkan kisah Zakheus yang penuh cela, seorang pemeras, seorang yang merugikan sesamanya. Ia tidak layak—dalam ukuran manusia.

Tetapi Yesus datang kepadanya:

“Zakheus, segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” (Luk. 19:5)

Yesus tidak berkata, “Perbaiki dulu hidupmu, baru Aku datang.”
Ia datang lebih dulu, dan kehadiran Yesuslah yang mengubah Zakheus.

Pertobatan bukan syarat untuk dikasihi.
Pertobatan adalah buah dari mengalami kasih itu.

Zakheus berubah setelah ia disentuh oleh kehadiran Yesus.

Penutup

Kita tidak dilayakkan karena ibadah kita, prestasi rohani kita, atau kebaikan yang kita kumpulkan. Kita dilayakkan oleh kasih karunia.

Tuhan berkata,

“Datanglah apa adanya.”
“Aku tahu dosamu, aku tahu lukamu.”
“Aku datang bukan untuk menghakimi, tetapi untuk menyembuhkan.”
“Aku tidak menunggu kamu benar. Aku yang membenarkan.”

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

949165
Users Today : 2483
Users Yesterday : 3096
This Month : 38262
This Year : 501315
Total Users : 949165
Who's Online : 9