Sepak Bola
Dua perhelatan akbar sepak bola internasional – Copa America 2024 danEuro 2024 – baru saja tuntas digelar. Sebagai seorang football fan, dua agenda resmi FIFA ini tidak sedikit pun saya lewatkan. Entah kenapa, sedari kecil saya sangat gandrung dengan olahraga yang satu ini. Lebih dari empat dasawarsa lalu (saat saya masih bocil), pada suatu malam (atau tepatnya dini hari) saya yang sedang sakit terbangun dan hanya melihat ibu saya. Karena mencari-cari ayah dan juga karena kepanasan, saya bergegas keluar kamar. Saya melihat ayah saya sedang menonton acara di TV dengan penuh semangat, yaitu final Piala Dunia 1978 antara Argentina dan Belanda. Tak lama berselang, ibu saya terbangun dan membawa saya kembali ke kamar, tetapi saya segera kembali ke ruang keluarga. Setelah beberapa kali seperti itu, akhirnya ibu saya menyerah dan membiarkan saya menonton pertandingan sepakbola itu sampai tuntas. Beberapa minggu kemudian, ayah saya pergi ke Jakarta menghadiri pernikahan kerabat dekat. Saat pulang, ayah saya membawa oleh-oleh yang membuat saya sangat bahagia, yaitu jersey seragam Argentina bernomor punggung 11, nomor keramat Sang Bintang Mario Kempes. Sejak itu kecintaan saya akan sepak bola semakin dalam dan bahkan pernah hampir bergabung dengan klub binaan PSMS Medan.
Namun bukan itu yang ingin saya bahas (red: kalau memang tidak mau dibahas, kenapa diceritain hehehe…). Dua perhelatan akbar di atas akhirnya memunculkan Argentina (Copa America) dan Spanyol (Euro) sebagai juara turnamen. Sejak awal Argentina memang dijagokan menjadi juara, khususnya karena Brasil – rival abadinya – sedang tidak baik-baik saja. Di pergelaran Euro edisi kali ini, Spanyol sama sekali tidak diperhitungkan, kalah gaung dengan Jerman dan Perancis yang dipandang sebagai kandidat kuat juara. Jerman sebenarnya juga sedang kurang oke, tetapi kali ini mereka adalah tuan rumah yang tentunya punya x-factor, sedangkan Perancis bertabur bintang dan prestasinya cukup stabil belakangan ini. Sekalipun materi Spanyol relatif sangat mediocre bila dibandingkan dengan golden era mereka yang menjadi juara Euro2008 dan 2012 serta World Cup 2010, pelatihnya juga bukan nama yang tenar atau berprestasi gemilang, tetapi toh akhirnya Spanyol tampil sebagai juara.
Pertanyaannya: mengapa Spanyol bisa menjadi juara? Apakah memang Tuhan menentukan Spanyol yang akan menjadi juara? Apakah team Spanyol beranggotakan pemain dan staf pelatih yang percaya dan mengikut Tuhan? Bagaimana dengan negara-negara lain? Beberapa pemain negara lain dikenal sebagai pengikut Tuhan yang setia, sebut saja Oliver Giroud dari Perancis atau Bukayo Saka dari Inggris. Saya tidak mencoba menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, tetapi saya terinspirasi oleh mereka yang meskipun (diizinkan) gagal, tetap menaikkan pujian bagi Tuhan disertai deklarasi untuk setia mengikut Dia. Mengikut Tuhan memang bukan soal keberhasilan atau kegagalan. Mengikut Tuhan bukan pula sekedar mendambakan hidup yang selalu mulus. Mengikut Tuhan adalah menjalani hidup ini dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada-Nya dan berkomitmen untuk siap dipakai menjadi alat- Nya dan menjadi mitra-Nya, di mana saja dan kapan saja.
Selamat buat Argentina yang menjadi kampiun Copa America 2024, selamat buat Spanyol yang merajai benua Eropa. Selamat juga bagi setiap kita yang mampu menikmati pahit manisnya kehidupan dan tetap setia kepada Kristus! (ITT)