‘Janganlah Bangkitkan Amarah di dalam Hati Anak-Anakmu’

Di dunia yang sedang dilanda Pandemi saat ini, para orang tua dipengaruhi oleh stres dan ketegangan, semakin berat dan banyaknya tantangan yang dipengaruhi Pandemi. Hal ini mempengaruhi juga hubungan dalam keluarga, sehingga tidak selalu mudah bagi orang tua untuk memperlakukan anak-anak mereka dengan ramah. Dan di negara- negara berkembang, mendidik anak tidak kurang menantang. Benar, kehidupan mungkin berpacu lebih lambat daripada di dunia Barat. Akan tetapi, adat istiadat dan tradisi yang telah mendarah daging dapat mempengaruhi para orang-tua untuk memperlakukan anak- anak dengan cara-cara yang hampir pasti membuat mereka frustrasi dan membangkitkan amarah.

Di beberapa negara berkembang, anak-anak ditempatkan pada anak tangga paling bawah sehubungan dengan pengakuan dan penghargaan. Dalam kebudayaan tertentu, anak-anak diberi perintah dengan nada suara yang mengancam dan otoriter, dengan teriakan dan penghinaan. Mungkin jarang sekali terdengar seorang dewasa menyapa seorang anak dengan kata-kata yang ramah, apalagi mengucapkan kata-kata tata krama seperti “tolong” atau “terima kasih”. Para bapak merasa bahwa mereka harus menegakkan kekuasaan dengan tangan besi; kata-kata keras diperkuat dengan tamparantamparan yang keras pula. Dalam budaya Jawa contohnya ada istilah “Ngenger” di mana anak dari seorang kerabat yang berstatus sosial lebih rendah, tinggal di tempat kerabat yang berstatus lebih tinggi yang bertujuan untuk mendidik. Memang saat Ngenger anak diperlakukan seperti anak sendiri, disekolahkan dan kadang sampai dicarikan pekerjaan, tetapi dalam hati si anak ada perasaan dijauhkan dari orang tuanya.

Dalam Bulan keluarga ini kembali kita diingatkan perihal hubungan orang tua dan anak. Banyak orang tua yang membiarkan diri mereka terbawa oleh arus kebiasaan membesarkan anak yang populer tanpa mempertimbangkan akibatnya. Namun, karena alasan yang baik maka Firman Allah mendesak para orang tua agar tidak membangkitkan amarah di dalam hati anak-anak mereka. Ungkapan asli dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan “jangan membangkitkan amarah” secara harfiah berarti “jangan Anda menyebabkan murka”. Dalam Roma 10:19, kata kerja yang sama diterjemahkan sebagai “menyebabkan murka yang besar”, ayat Alkitab ini berbicara tentang “perlakuan yang tidak sabar, kasar, cepat marah terhadap anak-anak sehingga mereka ditolak dan digerakkan untuk melawan, menentang dan membenci”. Sebagai ahli pendidik J. S. Farrant mengamati, “Kenyataannya anak-anak adalah manusia. Mereka tidak seperti tanaman yang hanya menyambut lingkungannya secara pasif. Mereka bereaksi.” Sering kali reaksi terhadap perlakuan yang tidak adil mengakibatkan gangguan rohani dan emosi.

Para orang tua yang menginginkan anak-anak mereka terus berjalan dalam kebenaran, seharusnya tidak mengizinkan norma-norma kebudayaan dan adat istiadat menjadi patokan utama dalam cara mendidik anak-anak mereka “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” Ef. 6:4. Jadi, standar-standar Kristus mengganti adat istiadat dan pandangan setempat.

Alkitab menerangkan dalam Mazmur 127:3, “Sesungguhnya, anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada Tuhan dan buah kandungan adalah suatu upah.” Dapatkah seorang tua memelihara hubungan yang baik dengan Allah apabila ia memperlakukan keturunannya dengan kejam? Tentu tidak. Juga, tidak pada tempatnya menganggap kehadiran anak-anak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan orang tua mereka.

Bukan berarti bahwa anak-anak harus dibebaskan dari tugas dan kewajiban di rumah. Namun, bukankah kepentingan anak itu sendiri harus dipertimbangkan? Misalnya karena beban pekerjaan yang berat di rumah, apakah tidak bijaksana untuk membuat penyesuaian?

Memang, tidaklah mudah berurusan dengan anak-anak. Bagaimana orangtua dapat memperlakukan anak-anak dengan cara yang tidak kasar atau membangkitkan amarah di dalam hati mereka? Amsal 19:11 mengatakan, “Akal budi membuat seseorang panjang sabar.”

Mendidik anak-anak pada hari-hari yang sukar ini tidaklah mudah. Tetapi, para orang tua yang mengikuti Firman Allah tidak membangkitkan amarah atau menyakiti hati anak-anak mereka “… supaya jangan tawar hatinya” Kol. 3:21. Melainkan, mereka ber- upaya memperlakukan anak-anak mereka dengan kehangatan, penuh pengertian dan martabat. Anak-anak mereka dibimbing, bukannya dihalau; diasuh dengan kasih, bukan- nya diabaikan; digerakkan untuk mengasihi, bukannya dibuat menjadi marah atau frustrasi. Kembali kita diingatkan sebagai orang tua bahwa “Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan” Ef. 6:4. (AKR)

KEBAKTIAN MINGGU

BERTUMBUH DALAM IMAN

Habakuk 1:1–4, 2:1–4; Mazmur 37:1–9; 2 Timotius 1:1–14; dan Lukas 17:5–10.

Kebaktian 5 Oktober 2025 oleh Pdt. Em. Magdalena Handoyo

Pendahuluan

Setiap orang percaya dipanggil bukan hanya untuk memiliki iman, tetapi untuk bertumbuh di dalamnya. Iman yang hidup tidak statis; ia berkembang, diuji, diperkuat, dan dimurnikan melalui perjalanan hidup. Kitab-kitab yang kita baca hari ini menyingkapkan bagaimana iman itu bertumbuh: dalam pergumulan (Habakuk), dalam pengharapan (Mazmur), dalam pengajaran dan kesaksian (2 Timotius), dan dalam kerendahan hati untuk taat (Lukas).


1. Iman Bertumbuh di Tengah Pertanyaan (Habakuk 1:1–4; 2:1–4)

Habakuk bergumul dengan realitas hidup: kekerasan, ketidakadilan, dan kejahatan yang tampak dibiarkan. Ia bertanya, “Sampai kapan, ya Tuhan?” (Hab. 1:2).

  • Pertanyaan itu lahir dari iman, bukan dari ketidakpercayaan. Habakuk percaya Tuhan berdaulat, tetapi ia belum mengerti cara kerja Tuhan.

  • Jawaban Tuhan menekankan: “Orang benar akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2:4).

  • Iman bertumbuh bukan karena semua masalah terjawab, tetapi karena kita belajar mempercayai Allah di tengah misteri.

Aplikasi: ketika kita melihat ketidakadilan, kejahatan, atau doa yang terasa tidak dijawab, pertanyaan kita jangan menjauhkan kita dari Allah, melainkan menuntun kita untuk lebih berpegang kepada-Nya.


2. Iman Bertumbuh dalam Pengharapan (Mazmur 37:1–9)

Pemazmur menasihati agar jangan gelisah karena orang fasik yang tampak makmur. Sebaliknya:

  • “Percayalah kepada Tuhan dan lakukanlah yang baik” (ayat 3).

  • “Bergembiralah karena Tuhan” (ayat 4).

  • “Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan” (ayat 5).

Iman bertumbuh ketika kita belajar menunggu dalam pengharapan, bukan iri kepada mereka yang jahat, melainkan bersukacita dalam Tuhan yang setia.

Aplikasi: dalam dunia yang penuh kompetisi dan tekanan, iman bertumbuh saat kita belajar menemukan sukacita kita bukan dalam pencapaian atau perbandingan dengan orang lain, melainkan dalam relasi kita dengan Allah.


3. Iman Bertumbuh Melalui Pewarisan dan Pengajaran (2 Timotius 1:1–14)

Paulus mengingatkan Timotius tentang “iman yang tulus ikhlas” yang mula-mula ada pada neneknya Lois dan ibunya Eunike (ayat 5).

  • Iman bertumbuh melalui teladan keluarga dan pembinaan rohani.

  • Paulus mendorong Timotius untuk “mengobarkan karunia Allah” dan tidak malu bersaksi tentang Kristus.

  • Kekuatan iman tidak bersumber dari diri kita, melainkan dari “Roh yang membangkitkan kekuatan, kasih, dan ketertiban” (ayat 7).

Aplikasi: iman kita dipelihara bukan hanya lewat pengalaman pribadi, tetapi juga melalui persekutuan, pengajaran, dan teladan orang-orang percaya yang lebih dahulu.


4. Iman Bertumbuh dalam Ketaatan dan Kerendahan Hati (Lukas 17:5–10)

Para rasul meminta Yesus: “Tambahkanlah iman kami!” (ayat 5). Yesus menjawab dengan dua hal:

  • Iman yang kecil pun, bila sejati, sanggup melakukan hal besar (ayat 6).

  • Namun, iman itu diwujudkan bukan dalam kesombongan, melainkan dalam ketaatan yang rendah hati. Seperti hamba yang hanya melakukan kewajibannya (ayat 7–10).

Aplikasi: iman bertumbuh bukan berarti kita menjadi “hebat” di mata manusia, melainkan semakin rendah hati, taat, dan setia melakukan kehendak Allah.


Kesimpulan

Bertumbuh dalam iman berarti:

  1. Belajar mempercayai Allah meski banyak pertanyaan (Habakuk).

  2. Mengandalkan Tuhan dan bukan iri pada orang fasik (Mazmur).

  3. Menghidupi dan mewariskan iman dalam kekuatan Roh Kudus (2 Timotius).

  4. Mengungkapkan iman dalam ketaatan dan kerendahan hati (Lukas).

Iman bertumbuh bukan dengan kekuatan kita, tetapi karena Allah yang bekerja di dalam kita. Mari kita berdoa agar Roh Kudus terus menguatkan, menuntun, dan menumbuhkan iman kita, supaya kita tetap hidup setia sampai akhir.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

863107
Users Today : 1597
Users Yesterday : 1822
This Month : 19578
This Year : 415257
Total Users : 863107
Who's Online : 8