Apa yang baik, berkenan kepada Allah dan yang sempurna
Janganlah menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna (Rm. 12:2).
Sekarang ini banyak orang yang menjadi fanatik akan suatu agama, tetapi di sisi lain banyak orang yang mulai apatis terhadap agama. Bahkan, berdasarkan survei yang dilakukan di enam negara, didapati lebih dari 50% penduduknya adalah ateis. Dan di 14 negara lainnya, didapati lebih dari 25% adalah ateis. Beberapa teman saya, yang kebetulan orang asing, juga mengakui dirinya sebagai agnostic (sumber:https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20240702135019-33-551115/ daftar-20-negara-paling-tak-percaya-tuhan-di-dunia).
Orang yang fanatik terhadap agama tertentu pastinya akan sangat terlihat dari kesehariannya. Menjadi fanatik, juga bagi kita orang Kristen, tentu saja penting dan bisa dianggap positif. Namun, apabila fanatisme itu menjadi terlampau eksklusif dan arogan dapat berbahaya karena akan menimbulkan ketersinggungan sosial. Dengan fanatisme buta, seringkali seseorang tidak bisa melihat sesuatu yang salah atas apa yang dipercayainya. Bahkan, fanatisme terhadap agama ini bisa membuat beberapa orang lainnya menjadi tidak percaya kepada agama. Karena itu, muncullah orang-orang yang agnostik atau bahkan ateis.
Menurut survei yang dilakukan Pew Research Center pada musim panas tahun 2023 di Amerika Serikat, sebagian besar penganut ateis adalah laki-laki dan berusia relatif muda. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa tidak ada korelasi antara percaya kepada Tuhan dan menjadi orang baik. Moralitas tidak harus terkait dengan agama. Mereka merasa bisa menjadi orang baik tanpa harus percaya pada Tuhan atau mengikuti ajaran agama tertentu. Salah satu kenalan saya yang tinggal di Kamboja adalah seorang Australia. Dia mengaku Kristen tapi tidak terlalu peduli dengan Gereja, bahkan tidak suka pergi ke gereja. Namun, dia sering berdonasi ke panti-panti asuhan dan melakukan perbuatan amal. Meskipun tidak aktif dalam kegiatan gereja, dia tetap berkontribusi pada masyarakat melalui amal.
Apa yang sedang terjadi dengan dunia sekarang ini? Globalisasi dan akses informasi yang semakin mudah membuat orang lebih terekspos oleh berbagai pandangan dan budaya. Hal ini dapat menimbulkan pertanyaan dan keraguan atas keyakinan tradisional mereka. Kemajuan dalam bidang sains dan teknologi juga memengaruhi pandangan orang terhadap agama. Banyak yang merasa bahwa sains bisa menjelaskan fenomena yang sebelumnya dianggap sebagai “kekuasaan Tuhan”. Perubahan sosial dan nilai-nilai modern juga berperan besar. Di negara- negara dengan tingkat ekonomi yang tinggi, orang lebih fokus pada kesuksesan individu dan pencapaian pribadi daripada pada komunitas agama. Kasus-kasus di mana agama digunakan untuk tujuan politik atau kekerasan membuat beberapa orang kecewa dan menjauh dari keyakinan agama.
Ketika saya berdiskusi dan bertukar pikiran dengan teman-teman, seringkali terbersit pertanyaan dalam pikiran saya, mengapa ada orang-orang yang menjadi agnostik, ateis, atau terlalu fanatis dengan agama. Manusia selalu mencari makna dan tujuan dalam hidup. Dalam prosesnya, mereka mungkin memilih jalur yang berbeda sesuai dengan pemahaman mereka sendiri. Fenomena ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan antara manusia dan keyakinan mereka. Setiap orang memiliki perjalanan spiritual yang unik.
Namun, sebagai orang-orang yang percaya kepada Kristus, seharusnya kita tidak terbawa dan terpengaruh oleh hal-hal tersebut. Bagi saya yang telah menemukan Kristus, tetap harus mencari jawaban dan kebenarannya dalam Firman Tuhan. Bagi saya, Kristus tetaplah tempat untuk berpegang dan bersandar. Berpegang pada ajaran-ajaran dan perintah-Nya, bersandar dan berpengharapan kepada Dia yang memberikan keselamatan dan hidup. Sebagai seorang Kristen, kita mencari tahu apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna di dalam Dia. (YSE)