Belajar Melihat Tangan Tuhan di Tengah Badai
Beberapa waktu terakhir ini, Indonesia kembali dilanda berita-berita yang membuat banyak orang gelisah: bencana alam muncul di berbagai daerah memakan korban jiwa dan harta benda, harga kebutuhan pokok melonjak, dan tidak sedikit keluarga yang bergumul dengan masalah kesehatan maupun pekerjaan. Dalam situasi seperti ini, iman kita mudah sekali melemah. Kita lebih cepat mendengar berita buruk daripada mendengar kabar pengharapan. Kita lebih cepat melihat masalah daripada melihat pertolongan Tuhan yang sebenarnya hadir di sekitar kita.
Melalui renungan ini, kita kembali diingatkan oleh firman Tuhan yang mengajak kita untuk mengarahkan kembali telinga dan mata kepada apa yang Tuhan kerjakan. Yesaya 35:1-2 menggambarkan bahwa padang gurun, tempat yang identik dengan kekeringan dan keputusasaan akan bersukacita dan berbunga ketika Tuhan hadir. Nubuatan ini menegaskan bahwa Tuhan sanggup menghadirkan kehidupan, harapan, dan keindahan di tempat yang paling gersang dalam hidup manusia. Pesan Yesaya sederhana yaitu dalam kelelahan, dengarlah janji Tuhan, dan dalam kesedihan, lihatlah tanda-tanda pemulihan yang Ia tumbuhkan.
Mazmur 146:7-8 menyambung janji itu dengan jelas bahwa Tuhan membela orang yang tertindas, Ia memberi makan orang yang lapar, Tuhan membuka mata orang buta, dan Tuhan menegakkan orang yang tertunduk. Pemazmur tidak menutup mata terhadap kenyataan pahit, tetapi ia memilih fokus pada pekerjaan Tuhan yang memulihkan. Sering sekali kita tenggelam dalam suara kekhawatiran sehingga lupa bahwa Tuhan sedang bekerja lewat hal-hal yang tampak kecil, misalnya seseorang yang menghibur kita, pintu kesempatan yang terbuka, atau kekuatan hati yang tidak kita duga.
Karena itu Yakobus 5:7 mengingatkan: “Karena itu, Saudara-saudara, bersabarlah, sampai kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.” Kesabaran bukan berarti pasrah tanpa harapan. Kesabaran berarti menyadari bahwa Tuhan bertindak dengan waktu dan cara-Nya sendiri. Yakobus memakai contoh petani yang menunggu hujan. Petani itu tetap bekerja sambil menantikan penggenapan. Begitu juga kita tetap percaya sambil mengamati apa yang Tuhan nyatakan hari demi hari.
Di tengah pergumulannya, Yohanes Pembaptis pun pernah ragu. Dari dalam penjara ia mengirim pesan kepada Yesus: “Engkaukah Dia yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Mat. 11:3). Pertanyaan itu muncul dari hati yang tertekan oleh keadaan gelap. Namun Yesus menjawab bukan dengan teori, melainkan dengan bukti nyata: Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik (Mat. 11:5). Yesus seolah berkata, “Lihatlah apa yang Aku lakukan. Dengar kabar baik yang sedang terjadi. Di situ engkau menemukan-Ku.”
Melalui renungan ini, kita diajak menyadari dua hal penting. Pertama, ada kenyataan hidup yang memang bisa melemahkan iman. Kita boleh merasa takut, lelah, dan tidak mengerti. Iman bukan berarti kuat setiap saat. Iman berarti tetap mencari Tuhan ketika hati goyah. Kedua, Tuhan selalu bekerja. Saat mata kita hanya tertuju pada kesulitan, kita kehilangan kesempatan melihat karya-Nya. Ketika telinga dan mata kita diarahkan kepada Tuhan, kita menemukan kekuatan baru. Karena itu, marilah kita hari-hari ke depan ini dengan kepekaan yang lebih dalam. Dengarlah suara pengharapan dari firman Tuhan. Lihatlah kebaikan yang Ia nyatakan melalui orang-orang di sekitar kita. Dan percayalah, di tengah padang gurun kehidupan, Tuhan sedang menumbuhkan bunga-bunga pemulihan. (KTA)






Users Today : 550
Users Yesterday : 1278
This Month : 32411
This Year : 573073
Total Users : 1020923
Who's Online : 11