Hidup damai dengan semua
Dunia kita hari-hari ini diwarnai dengan ironi yang menyayat hati. Di satu sisi, kita hidup di era konektivitas tanpa batas, di mana informasi dan gagasan bisa menyebar dalam hitungan detik. Namun di sisi lain, kita menyaksikan betapa ketegangan antar kelompok masyarakat seperti antar bangsa, etnis bahkan agama semakin sengit, memecah belah manusia. Berita tentang konflik, kehancuran, dan penderitaan menjadi makanan sehari-hari, membuat kita bertanya: Mungkinkah hidup damai dengan semua di tengah badai permusuhan ini? Siapakah sebenarnya yang lebih berharga?
Seringkali di tengah ketegangan tadi, nilai manusia diukur dari keberpihakannya, dari seragam yang dikenakannya, atau dari seberapa besar ancaman yang mungkin ditimbulkannya. Orang yang berbeda dianggap sebagai musuh, obyek untuk dilumpuhkan, bukan lagi sebagai manusia yang berharga. Namun, pandangan ini bertolak belakang dengan kebenaran abadi yang diajarkan Alkitab.
Beberapa ayat dalam Alkitab dapat menjadi pedoman kita dalam merenungkan dan memahami permasalahan ini. Roma 12:18 menyatakan, “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam damai dengan semua orang!” Ayat ini adalah seruan yang kuat dan mendalam, bukan sekadar anjuran, melainkan perintah yang aktif yang menunjukkan bahwa meskipun kita tidak bisa mengendalikan tindakan orang lain, kita memiliki kendali penuh atas sikap dan respons kita sendiri. Di tengah konflik yang memanas, perintah untuk “hidup damai dengan semua orang” adalah sebuah tantangan. Ini berarti kita harus aktif mencari jalan untuk rekonsiliasi, untuk memahami, dan untuk membangun jembatan, bahkan dengan mereka yang mungkin dianggap “musuh.” Kedamaian sejati dimulai dari dalam diri kita dan memancar keluar.
Selain itu Matius 5:9, “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.” Ayat ini memberikan penghargaan tertinggi bukan kepada mereka yang memicu konflik atau memenangkan perang, melainkan kepada mereka yang menjadi pembawa damai. Mereka yang berjuang untuk menghentikan kekerasan, menyatukan yang terpecah, dan menaburkan benih rekonsiliasi. Mereka inilah yang mencerminkan karakter Tuhan. Di tengah perang, pembawa damai mungkin tampak lemah, namun sesungguhnya merekalah yang paling kuat, karena mewakili kasih dan keadilan ilahi.
Di dalam Lukas 12:7 disebutkan, “Bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Jangan takut! Kamu lebih berharga daripada banyak burung pipit.” Di tengah hiruk pikuk perang, di mana nyawa seringkali hanya menjadi angka-angka statistik, ayat ini mengingatkan kita akan kebenaran yang menghibur bahwa setiap individu memiliki nilai tak terhingga di mata Tuhan. Jika Tuhan begitu peduli pada hal sekecil helai rambut kita, betapa lebihnya Dia memandang tinggi setiap kehidupan manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya. Tidak ada satu nyawa pun yang kurang berharga dari yang lain. Tidak ada satupun etnis atau bangsa yang lebih rendah daripada yang lain di hadapan Sang Pencipta.
Oleh karenanya kita sebagai umat Tuhan bertanggung jawab mewujudkan panggilan untuk hidup damai dengan semua. Ini adalah sebuah perintah yang harus kita perjuangkan setiap hari. Mari kita menjadi agen perdamaian, menolak kebencian, dan selalu mengingat bahwa di balik setiap wajah, ada jiwa yang berharga di mata Tuhan. Hanya dengan demikian, kita bisa berharap untuk melihat dunia yang lebih selaras, di mana kasih mengalahkan kebencian, dan damai sejahtera menjadi kenyataan. (KTA)