Kebaikan yang Tulus, Bukan Alat Kepentingan

Dalam hidup sehari-hari, kita sering mendengar cerita mengenai kebaikan seseorang yang diperalat untuk kepentingan orang lain, bahkan untuk keburukan. Seperti:

  • Di lingkungan kerja, teman sering membantu kita, tetapi ternyata tujuannya adalah agar kita merasa berhutang budi. Kemudian dia meminta kita untuk menutupi kesalahannya atau mendukung ambisinya.
  • Seseorang yang pura-pura mendukung kita, padahal di belakang kita dia membicarakan dan menjatuhkan kita.
  • Penjual yang tampaknya ramah, terkesan membantu, dan senyumnya manis, tetapi sebenarnya barang yang dijualnya adalah barang cacat dan buruk kualitasnya.
  • Sering terjadi, saat mendekati pemilihan anggota senat atau kepala daerah, seorang calon memberikan bantuan sosial atau sumbangan dengan maksud agar namanya naik dan viral, bukan karena tulus menolong. Bahkan saat dia gagal, dia akan meminta apa yang pernah diberikan untuk dikembalikan.
  • Memberikan pinjaman yang awalnya terlihat baik hati dan menawarkan bantuan uang, tetapi ujungnya mencekik dengan bunga yang tidak masuk akal.

Masih banyak lagi contoh cerita di sekitar kita di mana orang-orang memperalat kebaikan demi tujuan tertentu, baik untuk popularitas, keuntungan pribadi, maupun tindakan yang menjurus kepada kriminalitas. Hal ini membuat kita sadar bahwa kebaikan tidak selalu lahir dari hati yang tulus. Ada kalanya itu hanya topeng yang digunakan untuk kepentingan tertentu.

Dalam Lukas 16:1-13 Yesus mengajarkan hal yang sangat relevan. Di situ Yesus memberikan perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur tetapi cerdik mengatur posisinya demi masa depannya. Tentu saja bukan ketidakjujuran yang ingin disampaikan, melainkan belajar dari kecerdikannya. Bendahara itu sadar betul bahwa posisinya akan berakhir dan ia tidak memiliki keahlian apapun selain yang telah ia lakukan selama ini. Ia menggunakan sisa waktunya dan kuasanya untuk menjamin masa depannya. Ia bertindak cepat dan strategis. Demikian juga kita diminta untuk menggunakan apa yang ada pada kita – baik waktu, tenaga, harta, dan kesempatan – dengan bijaksana, sehingga bisa digunakan untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia.

Sayang sekali, di zaman sekarang ini banyak orang yang justru memperalat kebaikan orang lain demi kepentingannya sendiri. Sedekah diumbar di media sosial dengan tujuan dipuji-puji, bahkan ada yang menggunakan pelayanan untuk batu loncatan karir atau negosiasi bisnis, atau pertemanan dijadikan sebagai sarana transaksi. Semua ini menjauhkan makna kebaikan yang dikehendaki Allah.

Dalam Lukas 16:10 Yesus mengingatkan, “Siapa yang setia dalam hal kecil, setia juga dalam hal besar.” Kita diminta untuk melakukan kebaikan dengan hati yang tulus, bukan dengan maksud tersembunyi. Memberi tanpa mengharapkan imbalan, menolong orang tanpa mencari perhatian besar, serta setia melakukan tugas kecil yang dipercayakan. Dalam dunia yang sering memperalat kebaikan, sebagai orang percaya, kita diminta untuk setia menghadirkan kebaikan murni tanpa meminta pamrih dan selalu berdasarkan kasih Kristus. Kebaikan yang sejati lahir dari kesetiaan, setia untuk melakukan apa yang Tuhan kehendaki dalam diri kita sebagai orang percaya dan bukan dari ambisi atau maksud tersembunyi.

Kiranya kita belajar untuk tetap setia dan juga cerdik, bukan dengan memperalat kebaikan, melainkan dengan menggunakan segala kesempatan dan usaha kita untuk memuliakan Tuhan. Sehingga hidup kita bisa selalu menjadi kesaksian nyata bahwa kebaikan yang tulus yang lahir dari hati yang tulus tidak akan pernah sia-sia. Amin. (MMN)

KEBAKTIAN ADVEN IV

Bersama Berjalan dalam Penyertaan Tuhan

Yesaya 7:10–16; Mazmur 80:1–7, 17–19; Roma 1:1–7; Matius 1:18–25

Kebaktian 21 Desember 2025 oleh Pdt. David Roestandi Surya Sutanto

Pendahuluan

Dalam hidup, kita sering berjalan di tengah ketidakpastian. Ada masa ketika kita tahu ke mana harus melangkah, tetapi ada juga masa ketika langkah terasa berat, arah kabur, dan harapan seakan menipis. Dalam situasi seperti itu, pertanyaan yang sering muncul bukan sekadar “apa yang harus saya lakukan?”, melainkan “siapa yang berjalan bersama saya?”

Bacaan-bacaan hari ini mengajak kita melihat satu benang merah yang kuat: Allah bukan Tuhan yang jauh, melainkan Allah yang menyertai umat-Nya. Penyertaan Tuhan itulah yang memberi makna, arah, dan kekuatan dalam perjalanan iman kita.

1. Allah yang Hadir di Tengah Ketakutan (Yesaya 7:10–16)

Konteks Yesaya 7 adalah masa krisis. Raja Ahas berada dalam ketakutan besar karena ancaman musuh. Dalam situasi genting itu, Tuhan menawarkan sebuah tanda—sebuah janji. Namun ironisnya, Ahas menolak tanda itu, bukan karena iman yang besar, tetapi karena hati yang tertutup dan tidak mau bergantung pada Tuhan.

Meskipun demikian, Tuhan tetap setia. Ia memberikan tanda yang melampaui situasi Ahas: seorang anak akan lahir dan dinamai Imanuel, yang berarti Allah menyertai kita. Ini menunjukkan bahwa penyertaan Tuhan tidak bergantung pada kuat atau lemahnya iman manusia. Allah tetap hadir, bahkan ketika manusia ragu.

Pesannya jelas: dalam perjalanan hidup yang penuh ancaman dan ketidakpastian, Allah tidak meninggalkan umat-Nya. Ia berjalan bersama, bukan sebagai pengamat, tetapi sebagai penyerta yang setia.

2. Doa Umat yang Rindu Akan Kehadiran Tuhan (Mazmur 80:1–7, 17–19)

Mazmur 80 adalah ratapan umat yang merasa kehilangan arah dan kekuatan. Mereka mengalami penderitaan, kehancuran, dan seolah-olah Tuhan berdiam diri. Namun di tengah ratapan itu, ada seruan yang diulang: “Pulihkanlah kami, ya Allah; buatlah wajah-Mu bercahaya, maka kami akan selamat.”

Mazmur ini menunjukkan bahwa berjalan bersama Tuhan juga berarti berani jujur di hadapan-Nya. Umat tidak menutupi luka, tidak memoles penderitaan, tetapi membawa semuanya dalam doa. Mereka percaya bahwa pemulihan sejati hanya mungkin ketika Tuhan kembali menyertai dan menuntun langkah mereka.

Di sini kita belajar bahwa perjalanan iman bukan perjalanan tanpa air mata. Namun, ketika doa menjadi napas hidup, kita sedang berjalan bersama Allah yang mendengar dan memulihkan.

3. Penyertaan Tuhan yang Membentuk Identitas dan Panggilan (Roma 1:1–7)

Dalam pembukaan surat Roma, Paulus memperkenalkan dirinya sebagai hamba Kristus yang dipanggil dan diutus. Identitas Paulus bukan dibangun dari latar belakang, prestasi, atau kekuatannya sendiri, melainkan dari relasinya dengan Allah yang memanggil dan menyertainya.

Penyertaan Tuhan tidak hanya memberi penghiburan, tetapi juga memberi arah. Allah yang menyertai adalah Allah yang memanggil kita untuk hidup dalam anugerah dan ketaatan. Kita berjalan bersama Tuhan bukan sebagai orang yang tanpa tujuan, melainkan sebagai umat yang diutus untuk menghadirkan kasih dan damai sejahtera-Nya di dunia.

Dengan kata lain, penyertaan Tuhan membentuk siapa kita dan untuk apa kita hidup.

4. Imanuel: Allah yang Benar-Benar Berjalan Bersama Manusia (Matius 1:18–25)

Puncak dari semua bacaan ini adalah kelahiran Yesus Kristus. Dalam Injil Matius, nama Imanuel tidak lagi sekadar janji nubuat, tetapi menjadi kenyataan. Allah hadir bukan hanya dalam firman atau tanda, melainkan dalam diri Yesus—hadir sebagai manusia, berjalan bersama manusia, merasakan penderitaan manusia.

Melalui kisah Yusuf, kita melihat bahwa berjalan bersama Tuhan juga menuntut ketaatan, meskipun tidak selalu mudah atau masuk akal. Yusuf taat bukan karena ia mengerti semuanya, tetapi karena ia percaya bahwa Tuhan menyertai langkahnya.

Yesus yang lahir sebagai Imanuel menegaskan satu hal: Allah tidak menjanjikan hidup tanpa masalah, tetapi Ia menjanjikan kehadiran-Nya di setiap langkah kehidupan.

Penutup: Melangkah Bersama Allah yang Setia

Bersama berjalan dalam penyertaan Tuhan berarti:

  • percaya bahwa Allah hadir di tengah ketakutan dan krisis,

  • berani membawa pergumulan dalam doa yang jujur,

  • hidup sebagai umat yang dipanggil dan diutus,

  • serta taat melangkah bersama Kristus, Sang Imanuel.

Dalam setiap musim hidup. entah terang atau gelap, kita tidak berjalan sendirian. Allah menyertai, memimpin, dan memulihkan. Maka marilah kita melangkah dengan iman, bukan karena jalan selalu mudah, tetapi karena Tuhan setia berjalan bersama kita.

Jadwal Kebaktian GKI Kota Wisata

Kebaktian Umum 1   : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian Umum 2  : Pk. 09.30 (Hybrid)

Kebaktian Prarem 8 : Pk 07.00 (Onsite)

Kebaktian Prarem 7 : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 3-6  : Pk. 07.00 (Onsite)

Kebaktian ASM 1-2   : Pk. 09.30 (Onsite)

Kebaktian Batita, Balita: Pk. 09:30 (Onsite)

Kebaktian Remaja  Pk 09.30 (Onsite)

Kebaktian Pemuda Pk. 09.30 (Onsite)

Subscribe Youtube Channel GKI Kota Wisata dan unduh Aplikasi GKI Kota Wisata untuk mendapatkan reminder tentang kegiatan yang sedang berlangsung

 

 

GKI Kota Wisata

Ruko Trafalgar Blok SEI 12
Kota Wisata – Cibubur
BOGOR 16968

021 8493 6167, 021 8493 0768
0811 94 30100
gkikowis@yahoo.com
GKI Kowis
GKI Kota Wisata
: Lokasi

Nomor Rekening Bank
BCA : 572 5068686
BCA : 572 5099000 (PPGI)
Mandiri : 129 000 7925528 (Bea Siswa)

Statistik Pengunjung

1020833
Users Today : 460
Users Yesterday : 1278
This Month : 32321
This Year : 572983
Total Users : 1020833
Who's Online : 11