Hidup dalam Kasih
Apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal? Itulah pertanyaan yang diajukan oleh seorang ahli Taurat dalam kisah yang ditulis di Lukas pasal 10. Tuhan Yesus menjawab dengan memberikan pertanyaan, ”Apa yang tertulis dalam Hukum Taurat?” Jawab orang itu, ”Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata Yesus kepadanya, ”Jawabmu itu benar. Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”
Tuhan Yesus mengajarkan bahwa menjadi sesama manusia adalah hidup dalam kasih. Karena itu, sikap abai kepada sesama tidak dikehendaki oleh-Nya. Pengabaian kepada sesama terjadi karena kebencian, diskriminasi dan iri hati, yang membuat manusia kehilangan kasih. Selain itu, banyak orang abai kepada sesamanya karena tidak berani mewujudkan kasih. Menyatakan kasih kadang berisiko, bahkan harus dilakukan dengan penuh pengorbanan, seperti mengorbankan waktu, tenaga, uang, pikiran, bahkan tak jarang juga mengorbankan perasaan. Akibatnya, sebagian orang tidak berani mengambil risiko memberikan pertolongan bagi sesama yang membutuhkan. Orang takut dikira sok jadi pahlawan, dikira pencitraan, dikira kristenisasi, dikira ini dan itu. Ketika orang takut menolong sesamanya yang menderita, sebenarnya orang itu berlaku egois. Egois mendorong orang mencari rasa aman bagi dirinya sendiri.
Dengan menyatakan kasih secara nyata, kita menjadi sesama bagi mereka yang membutuhkan rengkuhan kasih. Kasih kepada Allah dan sesama harus diwujudkan melalui kata dan perbuatan nyata. Beranilah untuk tetap berada di jalan belas kasih karena kita sudah menerima anugerah dari Tuhan.
Ahli Taurat bertanya tentang hidup kekal. Sebenarnya orang Yahudi paham benar bahwa hidup kekal merupakan kehidupan bersama Allah yang melampaui semua yang ada di dalam. Ayat 27 adalah jawaban Ahli Taurat atas pertanyaan Yesus, menunjukkan bahwa ia memahami betul ajaran Taurat. Inti dari hukum itu adalah menjalani hidup dalam kasih kepada Allah dan sesama manusia. Kasih harus melibatkan jati diri manusia secara utuh dan menyeluruh, yaitu hati, jiwa, kekuatan dan akal budi. Dengan segenap hati berarti melakukan semua tindakan dengan dipikirkan secara sungguh-sungguh sampai pada alasan-alasan yang sangat mendasar. Dengan segenap jiwa mengandung makna integritas seseorang, yaitu tanpa kepura-puraan. Dengan segenap kekuatan adalah memberi dengan totalitas, yang meliputi semua kemampuan dan daya yang dimiliki termasuk kekayaan, kedudukan, kepandaian, keterampilan dan keutamaan. Mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri adalah tindakan mengasihi orang lain sebagai sesama yang juga membutuhkan keselamatan dan hidup kekal.
Kasih tidak mudah dijalankan ketika hanya berhenti pada tataran teori dan rumusan kata-kata indah. Jika tidak dibiasakan, kasih akan terasa berat. Layaknya seseorang yang sudah biasa mengendarai sepeda motor, ia akan mengendarai sepeda motor di jalan raya dengan lincah. Kebiasaan melakukan tindakan kasih akan membuat seseorang dapat mewujudkan kasih secara total dengan mudah.
Mempraktikkan kasih menjadi sulit karena kurangnya penghayatan iman akan Allah. Kolose 1:4 berkata bahwa iman kepada Allah membuahkan kasih. Kasih berasal dari Allah, dan para pengikut Kristus mengalami kasih Allah itu. Pengalaman dikasihi membuat manusia dapat mewujudkan kasih. Mengerjakan kasih merupakan panggilan yang ada sejak dahulu, sekarang dan selamanya. Tuhan Yesus memberkati kita semua. Amin. (ALA)