Kristus sebagai Pusat
Sebab, aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus. Namun, aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Hidup yang sekarang aku hidupi secara jasmani adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku (Gal. 2:19-20).
Dalam Galatia 2:19-20, Paulus menekankan transformasi yang terjadi dalam hidup orang percaya melalui pengorbanan Kristus. Dia menjelaskan bahwa kehidupan baru yang dijalani bukan lagi berdasarkan diri sendiri, tetapi sepenuhnya dipimpin oleh Kristus yang hidup dalam kita. Kristus yang menjadi pusat dari kehidupan kita yang dimulai dengan kasih dan pengorbanan Kristus untuk kita.
TRANSFORMASI MELALUI PENYALIBAN DAN KEBANGKITAN
Ketika kita menerima Kristus, kita diundang untuk ikut serta dalam penyaliban dan kebangkitan-Nya. Ini berarti kehidupan lama kita yang penuh dengan egoisme dan dosa telah disalibkan. Kebangkitan Kristus memberikan kita kehidupan baru yang penuh harapan dan tujuan. Tetapi bukan lagi kita sendiri yang hidup, melainkan ada Kristus yang hidup di dalam kita. Kristus yang hidup dalam kita menunjukkan:
- Kedaulatan Kristus: Kita mengakui bahwa Kristus memiliki otoritas dalam kehidupan kita
- Hubungan yang dalam antara kita dengan Kristus
- Pimpinan Kristus: Kristus memimpin kita dalam pikiran dan tindakan. Ini mendorong kita untuk mencari kehendak-Nya dalam segala hal.
KASIH KRISTUS YANG MENDAHULUI
Penting untuk diingat bahwa kasih Kristus adalah yang pertama dan paling utama. Kita tidak datang kepada-Nya dengan usaha atau pengorbanan kita, melainkan karena Dia terlebih dahulu mengasihi dan mengorbankan diri-Nya untuk kita. Ini menekankan pentingnya dan mengapa menjadikan Kristus sebagai pusat kehidupan kita. Jika kita memahami dan merasakan kasih-Nya, kita akan lebih mudah menyerahkan diri dan ego kita kepada-Nya.
KETELADANAN KRISTUS
Sesuai dengan tema Bulan Keluarga minggu ke dua: Keluarga yang menolak egosentrisme. Kita dipanggil baik secara pribadi maupun keluarga untuk menyalibkan semua ego dan menyerahkannya kepada Kristus. Kita diajak untuk meneladani sikap Tuhan Yesus yang tidak memikirkan egonya dan mau mengosongkan diri-Nya supaya manusia diselamatkan dari hukuman dosa. Saya berpikir apa yang terjadi seandainya Kristus ketika dalam pergumulan sebelum penyaliban-Nya, Ia memikirkan keselamatan diriNya saja.Tetapi Dia berkata, “Tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Bapa kehendaki.” Kristus seperti halnya kita, juga punya kehendak, tetapi Dia memilih kehendak Bapalah yang terjadi.
MENJADIKAN KRISTUS SEBAGAI PUSAT
Untuk memastikan bahwa Kristus benar-benar menjadi pusat dalam hidup kita, kita dapat memeriksa diri melalui beberapa pertanyaan:
- Mendoakan pilihan: Apakah kita berdoa sebelum membuat keputusan? Apakah kita mencari kehendak Tuhan dalam pilihan kita?
- Pengaruh Firman Tuhan dalam hidup kita: Bagaimana firman Tuhan membentuk cara berpikir dan bertindak kita? Apakah kita mengizinkan firman-Nya mengubah perspektif kita?
- Sikap terhadap rencana Allah: Apakah kita menerima dan menghargai rencana Tuhan meskipun terkadang bertentangan dengan keinginan kita?
- Ketaatan terhadap Firman: Apakah kita taat pada firman Tuhan meskipun itu tidak menguntungkan kita secara pribadi? Apakah kita bisa mengutamakan kehendak Tuhan di atas kepentingan diri?
KESIMPULAN
Menjadikan Kristus sebagai pusat hidup kita adalah panggilan bagi setiap orang percaya. Dalam hubungan di keluarga, hal ini berarti saling mendukung untuk menyalibkan ego masing-masing dan menempatkan kehendak Tuhan di atas segalanya. Dengan demikian, kita dapat menciptakan lingkungan keluarga yang mencerminkan kasih dan kedaulatan Kristus. Mari kita berdoa agar hidup kita, baik sebagai individu maupun dalam keluarga, selalu mencerminkan Kristus sebagai pusat yang hidup di dalam kita. (KWI)